• header1
26 Juli 2023

BEKAL PESANTREN HW DAN POTENSI REKAMAN UNESCO PERIHAL KESEJARAHAN RAJA KACANG ROSAM DALAM SKEMA KONSERVASI BUDAYA NUSANTARA

Dr. Zalzulifa, M.PdDr. Zalzulifa, M.Pd(Dosen dan Peneliti Bidang Bahasa, Wisata dan Industri Kreatif) 


Muktamar Hizbul Wathan di Area kampus Universitas Muhammadiyah tanggal 26-29 Juli 2023 merupakan momentum kesejarahan Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan secara nasional yang tentunya meggema ke seluruh dunia melalui media maya. Sebagai salah satu muktamarin tentunya momentum tersebut ingin penulis manfaatkan sebagai media refleksi rekam jejak berpartisipasi aktif mengukir sejarah kepanduan dalam bentuk kekaryaan saat awal membangun sekolah Hw di Baduy  Banten tahun 2027 dan saat ini sebagai Ketua Bidang Pemberdayaan Masyarakat di Kwartir Pusat. Selain sosialisasi platform IBUPANDU maka melalui artikel ini,  penulis ingin berbagi informasi perihal progress pembangunan Pesantren Hizul Wathan di Lahan wakaf 5 ha Nagari Paninjawan Solok Sumatera Barat.

Kamis, 20 Juli 2023 adalah hari momen ketika penulis mencoba merangkai acara seremony serah kunci bangunan pesantren Hizbul Wathan di ruang Aula Gubernur Sumatera Barat pukul 10-12 dan diskusi tokoh masyarakat di Mesid Baitul Makmur yang berlangsung selama tiga jam dari pukul 15.30-17.30 WIB. Kedua momen tersebut sekiranya menjadi rangkaian perjalanan dimulainya langkah-langkah strategis pembangunan pesantren di kawasan perbukitan  yang memiliki jejak sejarah kebudayaan minangkabau yang potensi menjadi destinsi wisata agro, edukasi, budaya  dan sejarah. Bangunan tiga lokal hibah dari Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) penulis terima sebagai Dewan Penasehat Pimpinan Ranting Muhammadiyah Paninjawan dari Direktur BPKH Bapak Fadhul Imansyah disaksikan oleh Asisten Daerah ……….mewakili Gubernur Sumatera Barat Bapak H. Mahyeldi Ansharullah. Adapun dari pihak BPKH  hadir Bapak Dr. Ir. Acep Riana Jayaprawira (Anggota Badan Pelaksana BPKH), Bapak Irwanto (Deputi Keuangan BPKH), Ibu Indriayu Afriana (Kepala Divisi Pelmonev BPKH), Bapak Adhe Christian (Kepala Divisi Administrasi Keuangan BPKH). Dari perwakilna Baitul Mall Muamalat (BMM) hadir Bapak Noviwardi (Direktur Executive Baitulmaal Muamalat),  dan dari Bank Muamalat Indonesia hadir Muhammad Taufik (BM Bank Muamalat Cabang Padang), Perwakilan Penerima manfaat Sekolah PRM Solok hadir Bapak Dr. Ahmad Kahmi, MA (Wakil Rektor 3 Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat yang dalam sambutannya sekaligus mewakili kehadirian Dr. Bachtiar, MA (Ketua PWM Sumatera Barat) dan Dr. Riki Saputra (Rektor Univ.Muhammadiyah Sumatera Barat). Adapun dari Perwakilan Penerima Manfaat Sekolah PAUD Nurul Huda Pasaman hadir Ibu Wiskar Iwis (Kepala sekolah PAUD Nurul Huda Pasaman).

 

Bersama Kepala BPKH dan Asda Ruang Kelas 3 lokal

Ruang Aula Gubernur Sumatera Barat(Pukul 10.00-12.00 WIB) Ruang Mesjid Baitul Makmur(pukul 15.30-17.30 WIB)
Setelah menempuh perjalanan selama dua jam dari Padang ke Nagari Paninjawan, acara seremony di kantor gubernur pun berlanjut dalam bentuk diskusi interaktif di Mesjid Baitul Makmur dipimpin oleh Bapak Yuswardi selaku Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) yang dihadiri oleh enam datuak pucuak perwakilan dari enam suku yang ada di nagari paninjawan. Sesuatu yang menarik dari rangkaian diskusi adalah besarnya potensi yang ada di sebuah bukit yang selama ini sudah digerakkan secara mandiri oleh para petani peladangan sebagai kawasan agrowisata  serta latihan olah raga Paralayang. Secara lengkap terungkap sejarah Persekutuan XIII Koto yang terdiri atas Persekutuan VI Koto terdiri, meliputi (1) Puncak Koto , merupakan perkapungan dari suku limo panjang, (2) Guak  (Guguak) Luak, merupakan perkampungan suku Piliang, (3) Puncak Sumpadang, merupakan perkampungan suku Sumpadang, (4) Sawah Somak, merupakan perkampungan suku Bendang, (5) Koto Tuo, merupakan perkampungan suku Limo Singkek Guci, (6) Labuah Panjang, perkampungan dari suku Piliang Bendang.Berbagai pemikiranpun muncul pada saat diskusi santai di Gedung Pesantren Al-Mumtaz yang dipimpin oleh Buya Zulbadri di Solok satu malam sebelum pulang ke Jakarta tanggal 22 Juli 2023. Diantara pemikiran yang muncul adalah segera dibentuk Kelompok Tani Muhammadiyah mendata para pemilik ladang disekitar kawasan pesantren yang kana menjadi mitra layanan wisata agro melalui pembekalan keterampilan layanan wisata dan pemanfaatan platform industry kreatif IBUPANDU. tulisan inipun dirangkai sesaat tidur menginap di rumah padepokan milik keluarga besar M. Yus, Dailami dan Zaemari tiga tokoh yang terkenal gigih berdakwah dengan generasi penerus tetua sahabat satu alumni SMP Negeri Paninjawan yang kerap dipanggil buya Firdaus.      AWAL PERSEKUTUAN XIII KOTO terdiri atas (1) Borangan Sungai Itam, (2) Cinangkiak, (3) Padang Balimbiang, (4) Riripan, (5) Kayu Marunduek, (6) Ulu Imang, (7) Batuang Guguek, (8) Kumue Kaciak, (9) Kumue Gadang, (10) Tandikek, (11) Padang Galundi, (12) Taluek, (13) Tanjung Paku. Sejarah Persekutuan XIII Koto dimulai pada awal  abad 12 masehi  menjadi raja  Kerajaan Melayu atau Pulau Emas adalah Tuanku Rajo Kalakomo bergelar Dt,Sinaro dengan permaisurinya bernama Puti Sang Seto (Sang Suhita). Raja ini dari Wangsa Malayapura (Jurai Melayu Kampung Dalam) berkedudukan di Malayapura, kawasan Dharmasraya, sekitar Rambahan yang masuk Sumatera Barat sekarang. Raja ini yang menghalau tentara Cola dari Sumatera dan memimpin langsung pertempuran di Kubung Tigo Baleh. Tentara Cola dikurung dalam pertempuran dikawasan Ulu Muar dan Padang Sabaleh dan peristiwa itu dikenal sebagai “Menghalau Jawi Orok“. Setelah selesai pertempuran menumpas tentara Cola pasukan kerajaan Melayu (Pulau Emas banyak yang tidak kembali ke Malayapura di Dharmasraya, tetapi menetap di XIII Koto dan Kubuang Tigo Baleh, ada yang kembai tetapi menjemput anggota keluarga dan anggota kaumnya kemudian menjadi penduduk XIII Koto  dan Kubung Tigo Baleh.REZIM RAJO MANDARO,  pada pertengan abad ke 12 semasa yang menjadi raja Pulau Emas adalah Srimat Trilokya raja Maulibusnawardewa/datuak Bagindo Ratu/atau stelah menjadi raja terkenal dengan Tuanku Bagindo Ratu menobatkan seorang kerabat dekat raja yang bernama Rajo Mandaro (Raja Mahendra atau Raja Maha Indra ) menjadi raja di XIII Koto dengan kedudukan di Kacang Rosam (sekarang populer dengan kacang tenggih ) dalam wilayah Borangan Sungai Itam.Setelah mangkat/meninggal dunia Rajo Mandaro I Digantikan oleh kemenakannya  Mandaro II, (akhir abad 12). Rajo Mandaro I dan Rajo Mandaro II sangat dekat dengan Tuan Bagindo Ratu, Rajo pagaruyung dimana  kedua raja ini dibesarkan dan dididik dilingkungan istana. Pada masa Kacang Rosam dipimpin Rajo Mandaro II, ia sangat menaruh perhatian terhadap rakyatnya dan ia merupakan seorang raja yang cerdas dan berwibawa sehingga mampu menjadikan Kerajaan kacang Rosam sebagai sebuah kerajaan yang makmur dan pemerintahan kerajaan Kacang Rosam berlanjut sampai kepada kepemimpinan Rajo Mandaro VI.Rezim Tan Manangkerang dengan Pamuncak Kerajaan/Perdana Mentri terjadi setelah mangkatnya rajo Mandaro VI. Kerajaan Kacang Rosam dipimpim oleh Rajo Tan Managkerang (I), Pada saat Kacang Rosam Dipimpin Tan Mangkerang, raja ini mengangkat Datuak Bandaro Kayo sebagai Pamuncak Kerajaan (Perdana Mentri) dengan wewenang yang sangat luas dan dengan kewenangan tersebut datuak Bandaro Kayo mengendalikan pemerintahan. Setelah Datuak Mandaro Kayo I meninggal dunia Pemuncak Kerajaan Dipegang oleh datuak Mandaro Kayo (II), Pemuncak Kerajaan ini  memegang hampir semua kendali kekuasaan. Datuak Mandaro Kayo II adalah suami dari Puti Cimpago yang disebut juga Puti Talipuak Layue adik dari Rajo Tan Mangkerang (II).Sekitar awal abad ke 14 Datuak  Bandaharo Kayo II mengirim bantuan orang bersenjata/prajurit kacang rosam untuk membantu orang kelarasan Bodi Caniago di bagian atas luak tanah data berperang melawan kelarasan Koto Piliang. Dalam peperangan itu  perkampungan kelarasan Koto piliang yang merupakan jiran dari Kacang Rosam dapat ditundukkan antara lain, Ikiek ikiek, Tarok Bungkuak, Topi Atok, Buluah Kasok, Batu Alang, Koto Tinggi (Singkararak), Guguak Surian dan Tanjung Alai. Perkampungan demi perkampungan kelarasan koto piliang  yang ditundukkan dimasukkan kedalam wilayah kerajaan Kacang Rosam sehingga wilayah Kacang Rosam hampir meliputi XX Koto ditambah dengan IX Koto atau Sungai Lasi Sekarang.Pada masa usainya perang kelarasan perkampungan yang dimasukkan kewilayahan kerajaan kacang rosam itu ikut dibebaskan, namun kemudian dimasukkan lagi sebagai wilayah kacang rosam. Selama keberadaan Kerajaan Kacang Rosam banyak terjadi peperangan dengan Kerajaan Pagaruyung dan perselisihan dengan jiran yaitu persekutuan VI Koto dan  Sulik  Aia.Perang Melawan Pagaruyung I (Kalah oleh Pagaruyung) Datuak Bandaharo Kayo II berhasil merangkul orang orang kelarasan  Koto Piliang yaitu  (Labuh Panjang, Guak Luak, Sawah Somak, Puncak Sumpadang, Guguak Sibintungan, Koto Tuo, Puncak Koto, Batu Sandaran yang merupakan jiran dari Borangan Sungai Itam (wilayah Kacang Rosam) dan sebagian dari perkampungan itu mendirikan persekutuan VI Koto meliputi Puncak Koto, Guak Luak, Puncak  Sumpadang, Sawah Somak, Koto Tuo, dan Labuah Panjang. Datuak Bandaharo Kayo II mengarahkan pembangunan pertanian ke kawasan VI Koto yang pada waktu  itu juga merupakan bagian dari Kerajaan Kacang Rosam.Pada masa kerajaan Melayu (Pulai Emas) pusatnya pindah ke Pagaruyung bertakhta seorang raja yang bernama Dewang Palakomo Rajo Indo Doeano (Dewa Hyang Parakrama Rajendra Dewayana atau terkenal dengan nama Adityawarman. Dengan dinobatkannnya Adityawarman menjadi raja Kerajaan Melayu atau Swarnabumi dengan kedudukan di Pagaruyung sehingga Kerajaan itu disebut Kerajan Pagaruyung. Tidak semua orang menerima Adityawarman sebagai raja diantaranya Raja Paduka yang bergelar Dt. Ketumanggungan menyingkir ke Natan bahkan terus ke Palembang Uli, termasuk juga yang menolak adalah kerajaan Kacang Rosam. Bahkan kerajaan mengirim tentara keperbatasan di wilayah utara untuk menjaga agar jangan sampai diduduki oleh tentara Pagaruyung. Utusan Pagaruyung datang ke Kacang Rosam  meminta agar Kacang Rosam menerima kedaulatan tertinggi berada pada pagaruyung. Aka tetapi Dt. Bandario Kayo II menolak dengan tegas dan mengancam akan menyerang Pagaruyung  jika pasukan Pagaruyung mencoba mengganggu wilayah Kacang Rosam.Raja Adityawarman murka dan terjadilah perang yang dimulai penyerangan oleh Pagaruyung ke Wilayah Kacang Rosam. Datuak Bandaro Putiah sebagai Pemuncak Kelarasan Koto Piliang berusaha untuk menjadi mediator antara Pagaruyung dengan Kacang Rosam dengan melakukan perundingan perdamaian di Simawang. Karena tidak ada titik temu perundingan simawang menemui kegagalan dan perangpun berkobar kembali. Pasukan Kacang Rosam hampir saja memasuki pusat kerajaan Pagaruyung, tetapi tiba-tiba Datuak Bandaro Kayo II meninggal Dunia dan digantikan kemenakannya Datuak Bandaro Kayo III.Setelah Datuak Bandaro III memanggil maka semua pasukan kembali ke pusat Kerajaan untuk melepas Datuak Bandaro Kayo II. Kesempatan ini dipergunakan oleh pasukan pagaruyung untuk memperkuat posisinya dan Pagaruyung semakin leluasa. Karena Datuak Bandaro Kayo III  tidak mampu memimpin kerajaan, kemudian kepemiminan  segera diambil alih oleh Rajo Mandaro IV, dan  langsung memimpin peperangan. Mamun karena sudah tua dan kurang mampu mengatur strategi maka kekuatan Kacang Rosam dapat dipatahkan oleh Pagaruyung ketika terjadi peperangan di Panyalangan. Pasukan terpaksa mundur kepusat kerajaan di kacang tenggih dan pusat kerajaanpun kemudian jatuh ketangan Pagaruyung. Rajo Mandaro IV   dan Datuak Bandaro Kayo III besrta rombongan menyingkir ke Kuncir bersama dan mendirikan perkampungan Gaung dekat padang ribu-ribu. Sedangakan dipusat kerajaan Kacang Rosam kemenakan Rajo Mandaro IV menaiki takhta dengan gelar Rajo Tan Mangkerang yang berada dibawah raja Pagaruyung. Raja ini kehilangan sebagian besar wilayah kekuasaannya terutama wilayah kelarasan koto piliang yang tergabung dalam persekutuan XX koto ( X Koto Diatas dan X Koto Dibawah )..Perang Melawan Pagaruyung II (Kacang Rosam Menang). Pada akhir abad ke 14 masehi Raja Tan manangkerang V menaiki takhta di Kerajaan Kacang Rosam dan di Pagaruyung yang menjadi raja adalah Dewang Duato Rajo (Dea Hyang Dewata Raja ) suami dari Puti Panjang Rambut (cucu Adi Tya  Warman) Raja Dewang Duato Rajo memerintah sangat lemah ,tidak tegas dan lambat sekali dalam mengambil keputusan. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh Raja Tan Managkerang V dia menyatakan Kacang Rosam lepas dari Kerajaan Pagaruyung. Raja Tan Manangkerang dan pasukannya menyerang Panjalangan, Simawang  Bukit Kandung  (negeri perdamaian koto piliang pecah menjadi dua, simawang membantu pasukan Pagaruyung sedangkan bukit Kandung membantu Kacang Rosam. Akhirnya peperangan ini dimenangkan oleh Kacang Rosam. Adapun pada perang melawan pagaruyung ke II , XX Koto dapat ditaklukkan oleh Kacang Rosam kecuali Sulit Air. Kacang Rosam menjadi kuat, wilayah inti yakni XIII Koto ditambah dengan VI Koto dan XX Koto menjadi wilayah Kerajaan Kacang Rosam.Perang Melawan Pagaruyung III (Kacang Rosam Kalah). Raja Pagaruyung Raja Dewang Duato Rajo digantikan oleh adiknya Dewang Pandan Putoano (Dewa Hyang Pandan Putrauyana) bergelar Tuanku Maharajo Sati (I), beliau adalah raaja Pagaruyung pertama yang memeluk agama Islam. Baginda adalah murid dari Tuanku Syekh Magribi (Maulana Malik Ibrahim), Permaisuri  Baginda raja adalah  Puti Reno Silindung Bulan atau Puti Bungsu. Raja ini berwibawa,tegas dan disegani  serta menjadi panutan oleh rakyatnya.Pada masa pemerintahannya ,pasukan Kacang Rosam terliat pertempuran dipinggir danau Singkarak di kawasan luar Kacang Rosam,hal ini membuat baginda raja Maharajo Sati prihatin,lalu baginda raja mengerahkan pasukan yang cukup besar dan menggempur wilayah Kacang Rosam, dan didukung pula oleh perkampungan-perkampungan Koto Piliang ikut membnatu Pagaruyung. Panglima perang dipihak Pagaruyung ialah Panglima Sati sedangkan dipihak Kacang Rosam ialah Panglima Todung, karena Panglima Sati tidak mampu mengembalikan wilayahnya yang telah direbut Kacang Rosam, Raja mengganti dengan Panglima Boluk,  terjadilah perang  yang berimbang dan amatdahsyat,,masing-masing sama-sama memperlihatkan ketangguhan,taktik dan strategi perang oleh  prajuritnya.Pasaukan Pagaruyung karena jumlahnya sangat banyak apalagi Panglima Baluaik ahli strage perang pada masanya membuat pasukan Kacang Rosam mundur  Panglima Todung memusatkan perhatiaannya untuk mempertahankan pusat kerajaan , pasukan pengintai ditempatkan di bukut Pandang atau yang lebih dikenal denagn Bukit Anjoan atau bukik Paninjawan. pasukan Pagaruyung mencari taktik lain dengan melakukan penyerangan ke Lumindai,kemudian ke Gaung , sebelum kedatangan Pasukan Panglima Baluik, Gaung telah dikosongkan .dan mengungsi ke Kubung Tigo Boleh dan berdirilah perkampungan Gaung dan Panyakalan di kubung Tigo Boleh. Dalamperang ini banyak daerah kacang Rosam yang terlepas dari kekuasaanya hanya yang tinggal wilayah inti yakni XIII Koto.Perang melawan Pagaruyung IV (Kacang Rosam Kalah). Raja Pagaruyung Tuanku Maharajo Sati (I) mangkat dan takhta pindah ke tangan permaisuri Puti Reno Silinduang Bulan. Ratu ini fokus membenahi pemerintahan pusat terlebih dahulu, tetapi kemudian ratu ini digantikan putri baginda yakni Puti Panjang Rambut II. Kemudian sepuluh tahun kemudian bertakhta lagi Raja Dewang Sari doeano. Pada masa ini terjadi lagi perang antara Kacang Rosam dengan Pagaruyung, dipicu oleh karena Kacanag Rosam menolak untuk mintak ampun atas nama kerajaan dan atas nama mamaknya ke Pagaruyung yang kahkan menolak untuk menarik pasukannnya dari perbatasan. Pasukan pagaruyung menyerang dari arah utara dibantu pasukan Kubuang Tigo baleh menyerang dari selatan dan orang XX Koto juga mempersenjatai diri. Bahkan Talawi juga membantu pasukan Pagaruyung yang akhirnya pasukan Kacang Rosam mundur dari perbatasan  bahkan kali ini Kacang Rosam benar-benar tak berkutik karena induk pasukannya yang dipimpin Panglima Kararanggo (Cucu Panglima Todung) menderita kekalahan di Bukik Paninjauan. Akhirnya Kacang Rosam menyatakan tunduk dan kacang rosam wilayahnya hanya tingggal Borangan sungai Itam saja. Sedangkan XII koto lainnya melepaskan diri dari Kacang Rosam. Kerajaan kacang rosam mulai pudar dan kerajaanya yang mempunyai wilayah yang cukup luas tinggal  menjadi kerajaan perkampungan saja, sebagaian besar wilayahnya diduduki oleh persekutuan VI Koto.
SENGKETA JIRAN DENGAN KACANG ROSAM, pada saat Raja  Bagindo IV menjadi rajaKerajaan kacang Rosam hampir saja terjadi perang antara VI Koto dengan Kacang Rosam, jika sengketa ini berubah menjadi perang maka tamatlah riwayat Kerajaan Kacang Rosam,karena Kacang Rosam pada waktu itu benar-benar lemah.pemicu perselisihan ini adalah seorang gadis kemenakan dari seorang datuak di Guguak Luak yang akan menjadi istri dari kemenakan seorang datuak di puncak koto (koto) diculik atau dilarikan oleh seorang pemuda kemenakan Rajo Bagindo IV,hal ini memicicu kerahan penduduk perkampungan Guak Luak dan penduduk perkampungn Puncak Koto,perkampungan Borangan Sungai Itam diserang,untung saja penyerang itu tidak ada yang memasuki istana di Puncak kacang Tenggih.sehingga lebih dari 10 hari istana dalam keadaan terkepung.Keadaan ini makin memanas ketika datang pemuda dari Kacang Rosam membawa senjata tajam, sama halnya dengan pemuda dari Guguak Luak dan Puncak Koto,mendengar  kabar adanya pemuda-pemuda sungai itam membawa sen jata tajam maka berhimpun pulalah pemuda –pemuda dari Koto Tuo,Puncak Sumpadang,Sawah Somak,dan Labuah Panjang,bangkit membawa senjata tajam untuk membantu pemuda Guguak Luak dan Puncak Koto melawan pemuda sungai itam.akirnya pertumpahan darah dapat dicegah dengan kedatangan Dt.Sinaro dan Bosa Nan Balimo Lainnya ,dikrimlah utusan ke istana Kacang rosam untuk mengadakan perundingan dengan keputusan gadis yang diculik dinikahkan dengan pemuda yang melarikannya yaitu kemenakan raja Bagindo IV. Dan Kacang Rosam membayar denda dan  lainnya diantaranya  memebayar kesalah dengan menyerahkan sejumlah  kerbau.Perang dapat dicegah tetapi Kacang Rosam wilayahnya semakin kecil hanya tinggal Borangan Sungai Itam,Kacang Rosam terkucil apalagi kemudian yang menjadi raja adalah kemenakan raja yang melarikan gadis kemenakan datuak dari Guak Luak degan gelar Rajo Bandaro V pada pertengahan abad ke XVI.Pudarnya Kekuasaan Kacang Rosam membuat VI Koto semakin cemerlang, Dt.Sinaro sebagai ketua basa nan Balimo pada waktu itu berhasil menjalin hubungan yang akrab dan bersahabat dengan Datuak Tunaro (Penghulu Pucuk Dalimo Panjang di Pariangan)dan Datuak Sari Maharajo  ( Panghulu Pucuak Dalimo Panjang di Padang Panjang ) kedua Datuak ini juga mempunyai hubungan yang erat denagn Datuak Bandaro Kayo (Pucuak Nagari Pariangan)dan Datuak Maha Rajo Basa ( Pucuak Nagari Padang Panjang) maka dengan perantaraan Datuak Tunaro dan Datuak Sari Maharajo, apabila terjadi paceklik bantuan Cuma-Cuma mengalir dari Padang Panjang.Datuak Sinaro dapat berhubungan secara dekat dengan Raja Pagaruyung, baik dengan raja Duwano,maupun raja-raja sesudahnya yakni raja Magowano dan daulat yang dipertuan Batu Hitam.Bosa (Basa) Nan Balimo VI Koto adalah persekutuan kelarasan Koto Pilianga sistim pemerintahannya bukan sepenuhnya menrapkan sistim Koto Piliang ,sebagian memakai sistim Bodi Canigo bak pepatah mengatakan: Pisang si kalek-kalek hutan, Pisang tambantu nan Bagatah, Samo ditanam kaduonyo, Koto Piliang inyo antah, Bodi Caniago inyo bukan Samo dipakai kaduonyo. Bosa  Nan Balimo terdiri dari : (1) Datuak Sinaro (Limo Panjang), (2) Datuak Mudo (Limo singkek), (3) Dt.Pangulu  Dirajo (Piliang), (4) Dt.Sutan Majo Lelo (Sumpadang), (4) Dt.Kondo Marajo (Bendang), (5) Dt.Rajo Nan Gadang (Guci),  Pada awalnya Basa Nan Balimo kemudian berobah menjadi Basa Nan Baronam.kemudian dibantu oeh Bosa Nan Duo Puluah dan Bosa Andiko, VI Koto menjadi makmur, rukun,  damai  dan sentosa, hubungan dengn XX koto sangat baik sekali begitu juga dengan jiran lainnnya.BERDIRINYA XIV KOTO. VI Koto rakyat  hidup dalam kemakmuran,lain halnya dengan berbagai  perkampungan bekas wilayah Kacang Rosam penduduknya dilanda kemiskinan disana sini terjadi perampokan  .bagi penduduk   bekas wilayah kerajaan itu sangat terasa ruginya terpecah belah,untuk bergabung dengan persekutuan-persekutuan yang ada tak satupun persekutuan yang menerima. Maka seorang datuk dari kuncir menghubungi Basa Nan Balimo ( kemudian Basa Nan Baronam) di VI Koto ,tetapi Basa Nan Balimo di VI Koto Tidak dapat memutuskan bisa atau tidaknya berdiri persekutuan baru,karena VI Koto merupakan persekutuan yang berada dalam lingkungan pe rsekutuan  XX Koto. Berdirinya persekutuan VI Koto sendiri dengan restu dari pemuka-pemuka dari XX Koto, sehingga persekutuan VI Koto disebut “ adiak nan bonsu dari duo puluah koto “, maka Basa Nan Balimo mendatangi Sulit Air dan tanjung Balit memintak restu berdirinya persekutuan baru,Ternyata XX Koto memberikan restunya dengan syarat persekutuan itu berkelarasan Koto Piliang, dan berdirilah persekutuan XIV Koto yaitu: (1) Borangan, (2) Sungai Itam, (3) Kuncir, (4) Sungai Jaruai, (5) Taluak, (6) Tanjung Paku, (7) Tandikek, (8) Padang Galundi, (9) Riripan (kemudia diisi Katialo), (10) Kayu Marunduak, (11) Cinangkiak, (12) Padang Balimbing, (13) Maraimang, (14)  Batuang Guguak.Kemudian berubah menjadi:(1) Borangan, (2) Sungai Itam, (3) Kuncir, (4) Lumindai, (5) Katilo, (6) Sungai Jaruai, (7) Riripan Kayu Marunduak, (8) Cinangkiak Padang Balimbing, (9) Gantiang Cerek, (10 Padang Galundi, (11) Maraimang, (12) Batuang Guguak, (13) Taluak, (14) Tanjung Paku. Adapun Persekutuan XIV Koto ini dibentuk dengan jaminan dan perlindungan persekutuan VI Koto sehingga VI Koto disebut “ Kakak Tuo dek XIV Koto “ lengkapnya VI  disebut : “Kakak Tuo dek XIV Koto adiak nan Bonsu dek XX Koto “. Sedangkan raja Kacang Rosam hanya menjadi Basa Nan Ampek Baleh dalam persekutuan XIV Koto.Menjelang pertengan abad ke 17 Raja kacang Rosam Waktu itu Raja Yang Dipertuan III ,  berkat pendekatanny dengan Basa Nan XIV  dia dinobatkan menjadi raja XIV Koto,tetapi raja ini tidak lama memerintah kemudian diganti oleh adiknya Rajo Tan mangkerang VI,raja ini dikenal raja yang tidak bijaksana ,dan pernah berselisih dengan sulit Air. Dalam peperangn dengan sulit Air XIV Koto menderita kekalahan, pasukan  Kacang Rosam Kocar kacir , pasukan Sulit Air menyerang Borangan Sungai Itam termasuk Kacang Tinggi sebagai pusat Kerajaan,Kacang Rosam Tidak berdaya ,sebelum pasukan Sulit Air  datang ,pasukan Kacang Rosam telah membawa penduduk meningggalkan tempat itu.Raja Kacang Rosam dan Keluarganya menyingkir ke Katialo,sedangkan Borangan Sungai Itam termasuk Kacang Tenggih sudah dibumi ratakan dan ditinggalkan begitu saja oleh pasukan Sulit Air.Pada tahun diperkirakan 1645  raja Pagaruyung yaitu Raja Sri Maharaja Diraja mengirim utusan ke Kacang Rosam untuk menyelesaikan perang dengan Sulit Air, sesampainya utusan di Kacang Rosam ternyata tidak ada lagi perang dan perang sudah berakhir satu tahun yang lalu. Seusai Perang Raja Tan Managkerang VI yang berkedudukan di Katialo mangkat dan digantiakan oleh kemenakannya Raja Tan Mangkerang VII, raja ini terkenak raja yang kejam,bengis suka sewenag-wenang,suka main perempuan,mabuk-mabukan, sehingga rakyat banyak yang tifak senang kepada rajanya, pada suatu ketika raja di takut takuti oleh rakyat   yang menyebabkab raja dan keluarganya melarikan diri dari katialo ke Tanjung Bingkung danditerima oleh sapih belahannya yang juga bergelar Tan Manangkerang.disini raja hidup sebagai masyarakat biasa.PELEBARAN VI KOTO, dengan kosongnya borangan Sungai Itam, termasuk Kacang Tenggih dan sekitarnya (guak golung, rimbo tongah, sawah kosiak, rao-rao) persekutuan VI, memperlebar kawasannya, bekas perkampungan orang Kacang Rosam menjadi milik dari orang Persekutuan VI Koto (sekarang disebut Paninjawan), masing-masing suku mendapat pembagian di wilayah itu. VI Koto menjadi persektuan yang makmur dan aman, tidak ada lagi peperangan dan sekaligus menjalin hubungan dengan jiran, VI Koto menjadi pusat penjualan ternak dan juga merupakan perkampungan kesenian dan olah raga.BERDIRINYA PANINJAWAN: Pada tahun 1632 diadakanlah musyawarah besar yang melibatkan segala unsur di VI Koto bertempat di Punck Pandang, terkenal dengan Bukik Anjoan  dan dicetuskanlah untuk membubarkan persekutuan dan menggantinya dengan sebuah kesatuan dalam bentuk nagari yang diberi nama “Paninjauan“ berasal dari kata bukit Pandang/Bukit anjoan/Bukit Paninjauan.  Nama Paninjauan diambil karena bukit ini tempat yang tinggi dan sangat  strategis untuk meninjau/mengintip lawan dari segala penjuru. Sebagai sebuah nagari yang baru berdiri secara bertahap dilengkapi dengan prasarana yang diperlukan seperti Mesjid (1654), pasar dll. Sumber : Tambo Rajo yaitu : Kitab Salasilah Rajo-Rajo di Minangkabau (KSRM), Tambo Bungka Nan Piawai (TBNP), Ninik Mamak,Tokoh dan sesepuh Paninjauan.

0 Komentar