Ramadhan Di Paninjawan
Ramadhan di Paninjawan 1442 H
Diterbitkan oleh: Nagari Paninjawan - Solok Koperasi Paiyo IKPS
Ramadhan di Paninjawan 1442 H
Pemerintahan Nagari Paninjawan – Solok Koperasi Paiyo IKPS
Penanggung Jawab :Wali Nagari Paninjawan
Penulis :Sukwan Hanafi
Editor : Dr. Zalzulifa, M.Pd.
Kontributor Foto : Seluruh Kepala Jorong Nagari Paninjawan
Penerbit :Nagari Paninjawan Solok Koperasi Paiyo IKPS
Kata Pengantar Wali Nagari Paninjawan
Bapak Darsel Ilyas
Assalam mualaiakum wr.wb.Alhamdulillahirobbil alamin, Puji Syukur kehadirat Allah SWT, buku berjudul “Ramadhan di Paninjawan” bisa diterbitkan, untuk dijadikan sebagai salah satu media informasi kepada masyarakat luas, tentang berbagai kegiatan terkait suasana ibadah, adat dan budaya kuliner hingga kegiatan Safari Ramadhan yang dilakukan oleh aparatur Pemerintahan Nagari ke berbagai Masjid dan Surau. Kami berharap buku ini bisa menjadi sebuah catatan perjalanan sejarah, setidaknya bagi anak nagari Paninjawan.
Bulan Ramadhan 1442 Hijriah, atau tahun 2021, memang sungguh sangat berbeda. Walau masa pandemi wabah covid19 belum berakhir, namun kita patut bersyukur, karena berbagai aturan dari pemerintah tidak lagi terlalu ketat, sehingga semua masyarakat Nagari Paninjawan bisa melaksanakan ibadah dan beraktivitas seperti biasa. Kondisi berbagai aturan pemerintah yang cukup longgar pada tahun 2021, membuat Pemerintahan Nagari Paninjawan memutuskan untuk kembali membentuk sebuah Tim Ramadhan, yang melakukan safari ke Masjid dan Surau di setiap Jorong, bertemu dan bertatap muka dengan masyarakat serta mensosialisasikan berbagai program pembangunan, serta berbagai hambatan dan kendala yang dihadapi selama ini.
Berbeda dengan tahun 2020, ketika masyarakat Nagari Paninjawan beribadah pada Ramadhan 1441 Hijriah. Karena wabah Covid19 sedang berkecamuk, sehingga kami sebagai Wali Nagari, sesuai dengan aturan dari pemerintah Kabupaten Solok, Pemerintah Propinsi Sumatera Barat, hingga berbagai aturan Pemerintah Pusat yang harus di implementasikan, maka kami menanda-tangani surat keputusan yang melarang masyarakat untuk berkumpul, atau mengadakan keramaian. Termasuk diantara larangan melakukan ibadah sholat berjamaah di Masjid dan Surau.
Namun kami menyadari sepenuhnya bahwa Bulan Suci Ramadhan adalah bulan yang dinanti setiap Umat Islam, waktu yang ditunggu untuk lebih menguatkan silaturahim, termasuk bagi Masyarakat Paninjawan. Walau sudah ada berbagai aturan dan larangan, di beberapa Masjid masih tetap melakukan ibadah sholat berjamaah.
Hal ini menjadi dilemma tersendiri bagi kami, mau singgah untuk beribadah dan bersilaturahim tentu tidak bisa, karena kami sendiri yang menanda-tangani aturan tersebut, sedangkan kalau tidak singgah, tentu akan menjadi buah bibir, kenapa walinagari tidak ikut beribadah bersama; Ibarat makan buah simalakama!
Sebagai orang yang mendapat amanah memimpin Nagari Paninjawan, kami hanya bisa berhiba hati. Banyak hal yang ingin disampaikan dan ingin didengar secara langsung, namun kondisi dan keadaan membuat tak bisa bertatap muka di Masjid dan Surau dalam suasana kekeluargaan.
Alhamdulillah, Ramadhan tahun 2021 ini tidak banyak aturan yang melarang untuk bertatap muka. Sebelum memasuki Bulan Puasa, aparatur Pemerintahan Nagari langsung membentuk sebuah Tim Ramadhan, untuk kembali bisa bertatap muka dengan masyarakat di seluruh jorong yang ada di Nagari Paninjawan. Kami meyakini, berbagai kegiatan dalam berbagai bidang yang tidak bisa kita laksanakan selama tahun 2020, akibat pandemic covid19, adalah salah satu bentuk ujian dari Allah SWT, untuk lebih meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita semua. Sebuah kebahagiaan tersendiri akhirnya bisa melakukan sebuah aktivitas ibadah sekaligus bersilaturahim dan bertatap muka langsung dengan masyarakat, di Masjid dan Surau, dalam bentuk kunjungan Tim Safari Ramadhan Nagari Paninjawan. Sebuah kerinduan dari seluruh aparatur Nagari, setelah setahun lebih tidak bisa melakukan kegiatan yang sama.
Setiap kunjungan Tim Safari Ramadhan, benar-benar kami manfaatkan untuk menyampaikan semua pesan pembangunan, mengajak semua elemen masyarakat bersama-sama membangun Nagari, dan yang pasti,, untuk selalu bersama-sama menjaga silaturahim.
Semua unsur yang terlibat langsung dengan Tim Safari Ramadhan mendapat kesempatan untuk menyampaikan program, kendala serta evaluasi dari berbagai kegiatan yang sudah dan akan dilaksanakan di Nagari Paninjawan. Selain Aparat Nagari, Tim ini juga melibatkan Badan Permusyawartan Nagari (BPN), Lembaga Kerapatan Adat Nagari (KAN), Majelis Ulama Nagari (MUN), Tim Penggerak PKK Nagari hingga unsur Perantau Paninjawan, yang diwakili salah satu pengurus Ikatan Keluarga Paninjawan Solok (IKPS) Pusat.
Selain membentuk Tim Ramadhan, Pemerintahan Nagari Paninjawan juga sudah menyiapkan berbagai kegiatan untuk meramaikan berbagai kegiatan terkait ibadah selama bulan suci Ramadhan. Jauh sebelum Ramadhan, sebuah tim sudah dibentuk untuk melakukan pelatihan bagi para mubaligh muda, yang terdiri dari anak-anak, remaja hingga dewasa, selama lebih dari satu bulan, para kader mubaligh ini dilatih untuk siap memberikan tausiah dan berceramah di Masjid-masjid dan Surau-Surau yang ada di Nagari Paninjawan, sesuai jadwal yang sudah disusun.
Pada pertengahan Ramadhan, dalam rangka memperingati Nuzulul Al Quran, untuk mencari bibit Qori dan Qoriah terbaik, hingga kader mubaligh terbaik, diselenggarakan MTQ tingkat Nagari, yang mempertandingkan 4 kategori lomba, termasuk pemilihan Dai Cilik. Lomba ini menghadirkan Qori dan Qoriah terbaik yang menjadi utusan dari 8 Jorong yang ada di Paninjawan.
Seperti biasa, setiap bulan Ramadhan juga dilakukan penyaluran Zakat Infak dan Sedekah dari para perantau, baik yang dilakukan secara komunitas suku, melalui Ikatan Keluarga Paninjawan Solok (IKPS) Pusat cabang, maupun yang dilakukan secara pribadi atau perorangan, kepada sanak saudara mereka yang berada di kampung.
Selain menyalurkan ZIS untuk Nagari Paninjawan, para perantau yang tergabung dalam IKPS, juga aktif mengirimkan bantuan berupa pemikiran, dana hingga bantuan langsung untuk korban bencana alam. Hal ini membuat kami aparatur nagari dan secara pribadi merasa gembira dan bersyukur, bahwa kami tidak sendiri, para perantau tetap memantau dan memikirkan kondisi Nagari Paninjawan, walaupun mereka sudah bekerja dan berkembang biak di perantauan mereka masing-masing.
Pelaksanaan Sholat Idul Fitri 1 Syawal 1442 Hijriah di 11 lokasi Masjid dan Surau yang ada di Nagari Paninjawan, juga didokumentasikan dalam buku ini. Ibadah tahunan, Hari Raya Umat Islam, yang sebelumnya tidak pernah dipublikasikan secara utuh. Secara khusus kami mengucapkan terima kasih kepada penulis buku ini, yang sudah meluangkan waktu untuk menyusun sebuah tulisan, merekam berbagai peristiwa dan kegiatan selama bulan Ramadhan di Nagari Paninjawan. Juga ucapan terima kasih kepada semua pihak yang sudah membantu hingga terbitnya buku ini. Semoga buku ini bisa bermanfaat di bagi seluruh Anak Nagari Paninjawan, yang berada di kampung maupun di perantauan.
Terakhir, kami ingin mengajak seluruh masyarakat Nagari Paninjawan, untuk bersama-sama berperan aktif membangun dan memajukan Nagari Paninjawan, secara fisik maupun moril. Segala sesuatu yang akan dinikmati oleh anak cucu kita kelak, tergantung dari apa yang kita lakukan hari ini. Mohon maaf atas segala kekurangan, wabillahi taufik walhidayah, wasallam mualaikum wr. Wb.
Kata Pengantar
Ketua Koperasi Paiyo IKPSA Nasrul Azis
Assalam mualaiakum wr.wb.Alhamdulillahirobil’alamin, segala puji syukur ke hadirat Allah SWT, karena dengan izinNya, buku ini selesai ditulis, bisa kita baca bersama sebagai salah satu media informasi, media hiburan, sekaligus pelepas rindu akan kampung halaman. Sebuah gambaran akan Nagari Paninjawan dalam berbagai peristiwa religi, selama Bulan Ramadhan 1442 Hijriah.
Sebagai perantau yang sudah 45 tahun lebih berada di negeri orang, perhatian dan kerinduan saya tak pernah lepas dari kampung halaman. Selalu ingin mendapatkan informasi apapun tentang Nagari Paninjawan. Awal-awal merantau, kami hanya bisa mendapatkan informasi dari cerita dusanak yang datang, atau melalui sepucuk surat yang mungkin datang sekali sebulan. Berkat tekhnologi informasi, zaman sekarang tentu lebih memu- dahkan untuk mengetahui perkembangan apapun tentang sanak saudara di kampung, tapi tetap tidak bisa mendapatkan cerita secara utuh. Alhadulillah buku ini hadir, berusaha merceritakan secara detail peristiwa yang terjadi, khusus sepanjang Bulan Puasa2021.
Kerinduan akan kampung, bisa sedikit terobati dengan adanya silaturahim dan pertemuan para perantau, kemudian ikut aktif mengadakan berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh IKPS, sebagai wadah silaturahim Perantau Paninjawan, yang tujuannya adalah; Berbuat sesuatu untuk kampung!
Dalam kaitan ini, pada awal tahun 2020, Pengurus IKPS Pusat sepakat membentuk sebuah usaha berbadan hukum yang diberi
nama Koperasi Paiyo IKPS, yang sekaligus terdaftar sebagai koperasi yang memiliki beragam unit usaha. Kehadiran unit usaha ini membuat para perantau bisa berbuat sesuatu yang riil di Nagari Paninjawan, kampung halaman.
Dari modal yang dikumpulkan dalam bentuk iuran sukarela para pendiri dan anggota koperasi, semuanya langsung dibawa untuk membuka usaha Perkebunan Nilam di Nagari Paninjawan, yang dilengkapi dengan industry penyulingan Minyak Nilam.
Selain itu, Koperasi Paiyo IKPS juga bekerja sama dalam bentuk penyediaan alat penyulingan, menampung dan mengolah bahan baku untuk dijadikan Minyak Atsiri dengan Kelompok Tani Jorong Kubu, yang memiliki tanaman Serai Wangi seluas 3 hektar.
Entah benar entah tidak, seperti sudah menjadi mythos, bahwa anak keturunan Paninjawan hanya suka meninjau-ninjau, tanpa berani berinovasi, menciptakan atau berbuat sesuatu untuk kemajuan. Memanfaatkan mythos ini, Koperasi Paiyo IKPS berusaha melakukan sesuatu, agar bisa ditinjau-tinjau dan akhirnya ditiru oleh para dusanak yang ada di kampung halaman.
Sedikit bercerita ke belakang, dalam pandangan saya, kondisi Nagari Paninjawan sejak dulu tidaklah banyak berubah, khususnya dari cara dan latar belakang berfikir warganya. Sejak dulu, turun temurun generasi Paninjawan hanya berfikir bahwa hanya satu cara untuk menyelematkan hidup di Paninjawan; Merantau atau Menjadi PNS! Pola pikir yang sudah tidak sesuai dengan kondisi zaman.
Pandangan dan pola pikir seperti ini seharusnya sudah berubah, seiring perkembangan zaman. Kalau puluhan tahun lalu generasi Paninjawan merantau, lebih disebabkan kondisi psikologis akibat kalah perang (PRRI), Cengkeh yang mati muda, hingga sulitnya akses dan infrastruktur, sehingga hasil pertanian tidak berharga.
Sementara keinginan menjadi PNS juga dipicu oleh banyaknya generasi Paninjawan yang menjadi guru PNS sejak era tahun 60-an, dan masih menikmati hasilnya hingga pensiun. Hidup senang dan mendapatkan penghasilan pasti setiap bulan.
Alam yang terkembang berikut seluruh isinya di Paninjawan, adalah berkah dari Allah SWT kepada manusia yang sudah menghuni nagari ini sejak zaman nenek moyang. Mungkin ini pula yang menyebabkan generasi muda menjadi manja. Ketika musim berbuah tiba, tinggal merambah pangkalnya, dan menikmati hasilnya. Tanpa ikut menanam dan merawatnya.
Walau aparatur nagari sudah bekerja keras untuk memperbaiki etos kerja dengan segala daya dan upaya, hasilnya merambat saja. Selama puluhan tahun, tak banyak yang berubah dari pola piker, etos kerja. Masih sebatas meninjau-ninjau dan meniru-niru saja. Tak berani berinovasi, berkreasi dalam berusaha.
Alhamdulillah, para perantau sangat peduli dengan kondisi ini. Koperasi Paiyo IKPS, yang dibentuk tak lama setelah dilantiknya kepengurusan IKPS Pusat, langsung mendapat amanah untuk melakukan terobosan di kampung halaman. Setelah terjun berbulan-bulan dengan usaha yang dibawa, terbukti; Yang perlu dirubah dan dibangun adalah manusianya!
Dalam hal ini, salah satu tujuan akhir dari keberadaan unit usaha Koperasi Paiyo IKPS di Nagari Paninjawan adalah ikut membangun pemberdayaan ekonomi, dengan memberi contoh membangun sebuah unit usaha dari hulu hingga ke hilir. Harapannya, usaha ini akan ditiru dan diikuti, sesuai dengan karakter masyarakatnya yang suka meniru dan meninjau-ninjau.
Walau tak mencakup semua, buku ini sudah menceritakan secara rinci berbagai upaya pendekatan dan pembelajaran kepada masyarakat yang dikemas dalam silaturahim dan safari Ramadhan Aparatur Nagari dan sejumlah lembaga, dilengkapi pula dengan kehadiran pengurus IKPS Pusat dalam upaya memberi pencerahan kepada seluruh sanak saudara di 8 jorong yang ada selama Bulan Puasa.
Apresiasi dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Sdr. Sukwan Hanafi, penulis buku ini, yang berkenan meluangkan waktu untuk bercerita melalui tulisan, berkisah tentang kondisi terkini di kampung halaman melalui sudut pandang jurnalistik, berbekal pengalamannya selama puluhan tahun menjadi wartawan nasional dan penulis buku.
Atas nama Koperasi Paiyo IKPS, saya mengucapkan terima kasih kepada Wali Nagari dan seluruh staf, Ketua KAN, ketua BPN serta lembaga-lembaga lain yang ada di Nagari Paninjawan yang sudah banyak membantu secara moril sejak kehadiran unit usaha Koperasi Paiyo di Nagari Paninjawan.
Ucapan terima kasih juga saya haturkan secara khusus kepada dusanak seluruh warga Nagari Paninjawan, yang sudah banyak membantu, baik langsung maupun tidak langsung, Usaha Perkebunan Nilam yang kami kembangkan di kampung halaman.
Semoga buku ini menjadi sesuatu yang mendatangkan manfaat bagi para pembacanya, khususnya anak nagari Paninjawan, baik yang berada di kampung, maupun yang berada di perantauan. Mohon maaf jika penyampaian saya kurang berkenan, wabillahi taufik walhidayah, wasallam mualaikum wr. wb.
Assalam mualaiakum wr.wb.Merasakan berpuasa bersama sanak saudara selama sebulan penuh di kampung halaman, sungguh merupakan sebuah pengalaman yang luar biasa. Berbagai peristiwa yang dilalui memang patut dicatat dan diceritakan kembali dalam bentuk tulisan. Ini merupakan pengalaman pertama saya melaksanakan ibadah puasa selama sebulan penuh di Nagari Paninjawan.
Berusaha mengingat setiap kejadian dari hari ke hari, kemudian dijadikan sebuah bahan untuk ditulis, tentu bukanlah sebuah pekerjaan ringan. Alhamdulillah, berkat bantuan dari berbagai pihak, banyak data tambahan yang kemudian bisa dijahit menjadi bahan tulisan, yang akhirnya bisa disusun menjadi buku yang diberi judul ‘Ramadhan di Paninjawan’.
Bagi saya, setiap rangkaian kejadian, bertatap muka dan bersi- laturahim dengan semua dusanak dalam berbagai kegiatan sela-
ma Bulan Ramadhan merupakan peristiwa tak terlupakan, ber- kesan dan ingin mengulang kembali dalam suasana yang sama; Bulan Puasa!
Kesan dan pengalaman semakin bertambah lengkap ketika bulan puasa tahun 2021 juga bersamaan dengan musim buah-buahan. Durian, Manggis dan Rambutan adalah pelengkap selera setiap Sahur dan berbuka. Benar-benar berkah dan anugrah tak terkira dari Allah SWT.
Cerita dalam buku ini sengaja dituturkan dalam bentuk reportase jurnalistik, berbalut sastra dalam bahasa yang mudah dimengerti dan enak dibaca. Tujuannya, agar pembaca bisa merasa ikut berada dalam setiap peristiwa, tanpa mengurangi esensi kabar yang ingin disampaikan.
Permohonan maaf yang sebesar-besarnya saya haturkan kepada Mamak, Etek, Bapak, Ibu, Uda,-Uni adik-adik serta anak keme- nakan semua, jika dalam penulisan buku ini tersebut nama atau peristiwa yang kurang berkenan. Semua dilakukan hanya dengan maksud ingin bercerita tentang kejadian sebenarnya, beri-kut fakta yang ada sekaligus memperindah cerita tanpa bermaksud me- nyinggung atau mempermalukan pihak tertentu dalam peristiwa tersebut.
Sulit menghindari penyebutan nama dalam berbagai kejadian menarik dan menggelitik yang patut diceritakan sebagai bumbu cerita. Justru, penulisan nama dalam berbagai peristiwa membuat sebuah kisah menjadi lebih hidup dan enak dibaca. Sekali lagi saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga saya sampaikan kepada seluruh pihak, yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, karena sudah banyak membantu dalam proses penulisan buku ini. Tanpa dukungan dan bantuan dari pihak lain, rasanya sulit buku ini bisa diselesaikan.
Buku ini masih jauh dari sempurna. Masih banyak cerita dan peristiwa yang tercecer. Masih banyak tokoh-tokoh dan dusanak yang belum sempat disebutkan perannya dalam memperjuangkan kemaslahatan umat manusia di Nagari Paninjawan. Semoga tetap menjadi catatan ibadah yang mendapat pahala berlimpah. Sebagai penutup, marilah kita bersama mengucap Alham- dulillahirobbil ‘alamin, bersyukur ke hadirat Allah SWT, berkat Rhidho dan dan izin Nya, buku ini bisa diselesaikan untuk dibaca bersama, walau masih jauh dari sempurna. Semoga buku berman- faat, menjadi media informasi atau setidaknya menjadi hiburan bagi pembaca. Saya persembahkan buku ini, untuk anak Nagari Paninjawan.
Penulis,
Sukwan Hanafi
Selayang pandang;Nagari Paninjawan
Paninjawan termasuk salah satu nagari yang berada di Kecamatan Sepuluh Koto Diatas, Kabupaten Solok, Sumateras Barat. Nagari seluas 3.150 hektar ini terletak di ketinggian 650 hingga 700 meter dari permukaan laut. Sebuah wilayah yang memang berada di puncak-puncak perbukitan,, bagian dari Bukit Barisan yang mem- bentang dari Utara hingga ke Selatan Pulau Sumatera.
Karena berada di puncak-puncak perbukitan, bisa disebut tidak ada tempat luas yang datar dan rata, kecuali sawah-sawah yang berada di dasar lembah dan sebuah lapangan bola, yang memang sengaja diratakan. Sebuah sarana olahraga terbuka berpagar tebing bukit di bagian utara, dan jurang di sisi selatan.
Ada Enam Suku yang menempati Nagari. Suku Piliang, Limo Sing- kek, Limo Panjang, Sumpadang, Bendang dan Guci. Setiap suku memiliki Penghulu Pucuk dan beberapa Penghulu Andiko
yang memimpin kaum, Rumah Gadang serta anak keturunan yang berasal dari Rumah Gadang tersebut. Setiap suku juga mempunyai Manti, Malin dan Dubalang, yang mempunyai tugas dan peranan berbeda,dalam membantu tugas-tugas Penghulu Pucuk. Para Pemangku Adat atau ‘Ninik Mamak’ dari seluruh suku, bergelar‘Datuk’ dan tergabung dalam Kerapatan Adat Nagari, berjumlah 42orang.
Dulu, nama Paninjawan, sempat diperdebatkan; Memakai huruf‘W’ atau ‘U’ pada penulisannya. Penafsirannya juga beragam. Ada yang mengatakan nama ini berasal dari kata ‘Anjowan’, merujuk pada Bukit Anjowan, tempat nenek moyang dari ke enam suku berunding dan bersepakat mendirikan Nagari ini. Ada pula yang berpendapat berasal dari kata ‘tinjau’, karena nagari ini memang terletak di ketinggian, menjadi tempat untuk meninjau-ninjau kedatangan musuh.
Menurut sejarahnya, seperti tertulis dalam buku ‘Adat Salingka Nagari Paninjawan’ yang dirilis tahun 1992, Nagari Paninjawan terbentuk tahun 1621, yang merupakan hasil kese-pakatan para Datuk Pucuk dari Enam Suku yang kaumnya mendiami tempat-tempat di sekitar Nagari Pa- ninjawan. Sistim adat yang dipakai adalah Keselarasan Koto Piliang.
Nagari Paninjawan juga pernah dipecah menjadi 4 Desa, pada pe- merintahan Orde Baru. Kemudian dikembalikan dalam bentuk Pemerintahan Nagari setelah Reformasi, dan memiliki 8 Jorong. Sistim ini tentu memiliki kelebihan dan kekurangan. Tapi dengan kembali bernagari, lebih memudahkan para Pemangku Adat dalam menata anak kemenakannya, serta harta pusaka kaum, karena sudah berada dalam satu wilayah pemerintahan yang sama.
Pergerakan anak keturunan Paninjawan meninggalkan kampung dan mencari penghidupan di tempat lain, mulai banyak dilakukan sejak tahun 1960-an. Dan jumlah para perantau terus bertambah dari tahun ke tahun, selain anak keturunan yang sudah berkembang biak di perantauan. Saat ini, jumlah Anak keturuanan Paninjawan yang berada di Perantauan diperkirakan lebih banyak dari yang ada di kampung halaman.
Setidaknya terdapat 10 kota di Indonesia yang perantaunya melebihi 20 Kepala Keluarga. Diantaranya DKI Jakarta, Kota dan Kabupaten Bekasi, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kota Depok, Kota Bogor, Kota Tasikmalaya, Kota Palembang, Kota Jambi, Kota Pekanbaru, Batam dan Kota Medan. Jumlah ini belum termasuk kota dan tempat-tempat lain yang jumlah perantaunya kurang dari 20 Kepala Keluarga.
Alhamdulillah, Perantau Paninjawan selalu ingat dengan kampung halamannya. Sejak tahun 1968, sudah dibentuk organisasi para perantau yang diberi nama Ikatan Keluarga Paninjawan Solok (IKPS) di Jakarta. Saat ini, IKPS sudah memiliki kepengurusan Pusat dan 8 IKPS cabang di berbagai kota lainnya.
Perhatian para perantau terhadap kampung halamannya bisa dilihat dari pembangunan hamper semua tempat ibadah, baik Masjid maupun surau, yang sebagian besar pembangunan fisiknya disokong oleh perantau.Selain itu, kepengurusan IKPS pusat juga menca- nangkan program Pulang Basamo sekali dalam 4 ta- hun, guna lebih memper- kenalkan para peran-tau, terutama mereka yang su- dah lahir dan besar di ran- tau, terhadap kampung halamannya.
Dari data tahun 2021, Nagari Paninjawan dihuni oleh 625 Kepala Keluarga, atau sekitar 1.998 jiwa. Pekerjaan utama penduduknya adalah bertani. Sawah adalah mata pencarian pokok sebagian besar penduduk Paninjawan. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya ham- paran di setiap jorong yang ada.
Bersawah memang sudah menjadi pekerjaan dan keahlian turun menurun bagi masyarakat Paninjawan. Bahkan sebagian lahan sa- wah saat ini juga banyak yang tidak dikerjakan. Alasannya, ongkos produksi yang mahal hingga sulitnya mencari tenaga kerja untuk ke sawah di Nagari ini. Namun demikian, dua tahun terakhir pro- duksi padi tetap surplus, sehingga harga beras jadi murah.
Mengolah ladang juga merupakan bentuk aktivitas pertanian lainnya yang ada di Paninjawan. Tanaman tua peninggalan gene- rasi sebelumnya masih banyak yang menghasilkan buah, sehingga menjadi pendapatan bagi masyarakatnya jika sedang musim buah. Durian, Manggis dan Cengkeh merupakan tiga komoditas utama. Ketika musim buah tiba, banyak pedagang pengepul atau toke yang mondar mandir mencari buah di Paninjawan.
Karet, yang banyak ditanam dalam sepuluh tahun terakhir, juga sudah menghasilkan. Namun tahun 2021 harga getah karet ini tidak terlalu menjanjikan, sehingga banyak petani tidak lagi tertarik‘menakik’ getah di ladang mereka, dan banyak ditinggalkan begitu saja. Kebun Karet juga bisa ditemukan di setiap jorong yang ada di Paninjawan. Tidak ada yang menanam baru, saat ini sudah banyak pula yang mengganti dengan tanaman lain; Pinang atau Alpukat. Coklat atau Kakao, juga sempat menjadi andalan. Hampir di setiap halaman rumah warga, bisa ditemukan Pohon Coklat tumbuh subur. Kendalanya; Hama buah, sehingga warga tidak lagi tertarik untuk merawat tanaman tersebut. Bahkan sebagian juga sudah di- tebang dan diganti tanaman lain. Juga banyak ditemukan tanaman lain yang hanya ditanam secara sporadic, belum ditanam secara massal dalam bentuk hamparan yang luas. Seperti Kopi dan Ceng- keh.
Berbicara masalah Cengkeh, tanaman rempah ini pernah menjadi primadona di Nagari Paninjawan. Menurut sesepuh Masyarakat Paninjawan, Ismail Bandaro Tuo, Nagari Paninjawan pernah menja- di penghasil Cengkeh kedua terbesar di Sumatera Barat setelah Koto Anau.
“Tahun 60-an, kalau sadang musim Congkeh, rami urang lua nan datang karojo ka kampung awak. Digaji untuk ma ambiak congkeh,” ungkapnya.
Menurut pria sepuh yang pernah menjadi Wali Nagari tahun 1960-1963 ini, buruh petik yang datang jumlahnya sampai ratusan orang, bekerja memetik buah, karena banyaknya pohon cengkeh dan tena- ga kerja yang kurang di Paninjawan. Namun masa-masa keemasan Cengkeh berakhir awal tahun 70-an, ketika hampir semua pohon Cengkeh ‘mati bujang’. Pohon cengkeh yang ada sekarang meru- pakan pohon yang ditanam lagi setelah masa keemasan tersebut.
Tak hanya mengandalkan tanaman tua peninggalan nenek moyang, kelompok tani Maju Bersama, Jorong Kubu, melakukan terobosan dengan menanam Serai Wangi dalam hamparan seluas 3 hektar. Berbekal bibit serai yang diberikan oleh Pemerintahan Nagari, ke- lompok tani beranggotakan 18 orang ini sudah mulai menanam komoditi penghasil Minyak Atsiri ini. Untuk pengolahan men- jadikan daun Serai Wangi ini menjadi Minyak Atsiri, Kelompok tani Maju Bersama menjalin kerjasama dengan Koperasi Paiyo IKPS, unit usaha para perantau yang terjun langsung membantu me- ngembangkan potensi pertanian yang ada di Nagari Paninjawan. Dalam hal ini, Koperasi Paiyo IKPS sebagai mitra, menyediakan alat penyulingan berkapasitas 500 kg. Selain itu, Koperasi Paiyo IKPS, juga membuka Perkebunan Nilam seluas 2 hektar yang berlokasi di Jorong Balansiah. Tanaman Nilam, sebenarnya bukanlah jenis tanaman baru di Paninjawan. Sekitar 15 tahun lalu, masyarakat pernah membudidayakan tanaman ini, na- mun mereka tidak tertarik melanjutkan, karena tidak tersedianya industry hilir, berupa alat penyulingan untuk mengolah tanaman ini menjadi salah satu jenis Minyak atsiri.
Berbekal hak kelola lahan yang diberikan oleh Kerapatan Adat Nagari, lokasi ini sudah mulai dibuka dan ditanami sejak akhir tahun 2021. Dalam perjalanannya, pengelolaan kebun terkendala dengan pandemi Covid19. Musim kemaru panjang dan sulitnya mencari tenaga kerja.
A Nasrul Azis, Ketua Koperasi Paiyo IKPS, mengungkapkan ken- dala mengembangkan unit usaha Perkebunan Nilam cukup kom- pleks, sehingga para pengurus Koperasi Paiyo harus bekerja ekstra keras agar Nilam ini segera bisa berproduksi, karena alat penyu- lingan sudah disiapkan sejak jauh-jauh hari.
“Musim kemarau dan sulitnya mencari te- naga kerja memang persoalan yang tidak kita prediksi sebelumnya, namun kita tetap optimis, karena ini merupakan tantangan buat kita, demi memajukan kampung hala- man dari sektor pertanian,” ucapnya ya- kin.
panen. Dari 6 kali panen yang dilakukan, ia sudah mendapatkan sekitar sete- ngah ton Cabai, yang di- jual kepada pedagang pe- ngepul di Pasar Solok. Dan masih tersisa banyakyang belum dipetik.
Memang, setiap rencana tak selalu berjalan mulus. Apalagi terkait niat untuk membangun dan memberi contoh dan motivasi kepada dusanak yang ada di kampung, agar bisa berinovasi melakukan hal-hal baru, demi kemajuan dan pemberdayaan ekonomi keluarga, dan kemakmuran bersama.
Cabai atau Lado, juga merupakan komoditi andalan yang ditanam banyak petani di Paninjawan. Ladang Lado dapat ditemukan di hampir semua jorong, dengan luas lahan bervariasi. Bertanam Cabai juga sudah dilakukan dengan cara modern, menggunakan plastik mulsa, serta pupuk secara terukur.
Menurut Mudrison, yang biasa dipanggil Bujang, petani yang menanam sekitar seperempat hektar Cabai di Jorong Balansiah, Lado yang ditanamnya tiga bulan sebelumnya, sebagian sudah “Biaso nyeh bajua ka toke di Pasa Pagi, dokok ter- minal Solok. Disinan lah ado nan manampung,” ungkapnya, “Kini haro- go sadang turun. 21 ribu sakilo diambiak toke,”tambahnya, ketika sedang memetik hasil tanamannya.
Di Jorong Kayu Aro, selain mengisi ladang dengan tanaman tua, seperti Manggis, Durian, Alpukat, Cengkeh dan beberapa jenis tanaman tua lainnya, juga ditanaman Kunyit dalam hamparan lebih dari 1 hektar. Petani tertarik menanam Kunyit karena harga da- unnya, bukan umbinya. Harga Daun Kunyit cukup menggiurkan,4.000 Rupiah per kilogram.
Pisang, sebenarnya bukanlah komoditi baru di Paninjawan. Hanya saja selama ini masyarakat masih menanam dengan cara tra- disional, menanam di sekitar halaman rumah saja. Belum ada yang menjadikan sebagai perkebunan, menanam dalam satu hamparan luas. Yonafri, seorang perantau yang sering berada di kampung, melakukan gebrakan dengan membuka perkebunan Pisang Kepok
seluas 1 Hektar di Jorong Balansiah. Menurut pria pensiunan salah satu BUMN ini, prospek menanam pisang cukup menjanjikan,
“Pasar Pisang sebenarnya cukup bagus. Permintaan Pisang dari pasar-pasar cukup tinggi. Tidak perlu membawa ke Solok, sudah ada toke yang datang mengambil ke ladang. Tapi memang musuhnya cukup banyak di kampung kita. Babi, Koro (monyet) hingga Tupai,” ungkapnya.
Sebagai tanaman sela, Jagung juga banyak ditemui di berbagai ladang di Nagari Paninjawan. Tapi karena harga jualnya sering ti- dak stabil, tak banyak petani tertarik menanam komoditas ini. Po- rang juga menjadi tanaman favorit yang sudah mulai juga ditanam para petani. Beberapa hektar lahan mulai digarap dan ditanami Porang, baik secara pribadi maupun berkelompok.
Adat dan budaya berkembang dan berjalan cukup baik di Nagari Paninjawan. 6 dari 8 jorong yang ada, rutin melakukan pelatihan rutin ‘sombah-manyombah’ atau petatah-petitih yang sangat diper- lukan dalam acara atau perhelatan adat. Seperti halnya Jorong Ba- lansiah, melakukannya setiap Jumat malam berlangsung di surau Nurul Iman.
Menurut Sekretaris Kerapatan Adat Nagari (KAN) Paninjawan, Syafril Ilyas Dt. Misagumi, latihan petatah petitih adat Minang- kabau yang dilakukan di jorong-jorong, memang merupakan salah satu program pembangunan nagari di bidang budaya. Hanya saja pesertanya selama ini hanya orang yang sudah ‘berumur’ saja. “Generasi muda sekarang banyak yang tidak tertarik mengikuti wirid adat ini, yang hadir yang tua-tua saja. Bahkan ada salah satu suku yang saat ini tidak punya lagi kemenakan yang bisa melakukan sombah-manyombah, tentu akan menyulitkan bagi kaum suku tersebut jika ada kaumnya yang baralek,” ungkapnya.
Hal ini menyebabkan rangkaian acara adat yang harus dilalui dalam prosesi pernikahan anak kemenakan alam suatu kaum, se- perti Batimbang Adat, hanya dihadiri oleh kalangan tua saja. Tidak tampak ada generasi muda yang diharapkan kelak bisa meng- gantikan generasi tua yang ada sekarang.
Batimbang Adat merupakan sebuah proses negosiasi, antara dua kaum yang menikahkan kemenakan mereka. Petatah-petitih Mi- nangkabau dalam „sombah manyombah‟ sangat diperlukan dalam proses ini, dan berbagai prosesi serta ritual adat lainnya, seperti menjemput Marapulai, bararak, silaturahim atau mengundang du- sanak untuk acara tertentu serta berbagai acara adat lainnya.
Wirid Barasonji (Berzanji), juga dilakukan di Jorong Gurun. Setiap Malam Minggu, latihan Barasonji memang rutin dilakukan, dengan melatih anak-anak, sehingga regenerasi dalam budaya barasonji ini dapat dilestarikan. Berzanji adalah suatu doa-doa, pujian-pujian dan penceritaan riwayat Nabi Muhammad SAW, yang dilafalkan dengan suatu irama atau nada yang biasa diperdengarkan ketika acara akikah, khitanan, pernikahan dan maulid Nabi Muhammad SAW. Isinya bertutur tentang kehidupan Nabi Muhammad.
Tak jarang anak-anak dari Jorong Gurun ini diundang dalam ber- bagai acara agama di rumah-rumah warga, karena pembacaan Ber- zanji pada umumnya dilakukan pada berbagai acara yang berkaitan dengan kehidupan manusia. Seperti Akikah, berdoa naik ru-mah, ataupun berdoa saat takziah. Di bidang Seni Teater Rakyat, hanya Jorong Kubu dan Jorong Batu Laweh yang memiliki kelompok Randai. Kedua kelompok ini juga rutin menggelar latihan, paling tidak 2 kali dalam sebulan. Yang menggembirakan, banyak anak-anak generasi sekarang, ikut ber- latih dan menjadi „anak randai‟. Kedua kelompok Randai ini juga sering di undang ke nagari-nagari lain di sekitar Paninjawan untuk unjuk kebolehan dalam berbagai perhelatan. Randai adalah kelom- pok seni dengan elemen yang komplit. Ada tari, musik dan drama (cerita) yang dibawakan. Semua elemen ini sangat lekat dan kental dengan tradisi Miangkabau.
Di bidang Peternakan, di Nagari Paninjawan belum ada lokasi peternakan yang dikelola secara modern. Sapi dan Kerbau masih dipelihara secara tradisional dan digembalakan di padang-padang rumput yang ada. Jadi, Nagari Paninjawan belum bisa disebut se- bagai penghasil hewan ternak. Hewan ternak yang paling banyak jumlahnya di Nagari Paninjawan, dan dimiliki di setiap rumah; Anjing berburu!
Pariwisata adalah potensi yang sangat mungkin dikembangkan di Nagari Paninjawan. Pencanangan sudah dimulai dengan meres- mikan kawasan wisata ‘Puncak Kacang Tenggih’, di Jorong Balan- siah, pada tahun 2018, bersamaan dengan Pulang Basamo IKPS.
Atlit terbang layang Paninjawan adalah kelompok pertama yang memanfaat Puncak Kacang Tenggih. Setelah disurvey dan dicoba oleh sejumlah atlit Terbang Layang yang tergabung dalam Federasi Aero Sport (FASI) Sumatera Barat, lokasi ini sangat cocok sebagai arena latihan maupun wisata, karena angin yang relatif stabil.
Selain Puncak Kacang Tenggih, juga ada Puncak Saribulan yang terletak di ketinggian Jorong Batu Loweh. Di lokasi ini, pengunjung bisa memandang Danau Singkarak, Gunung Merapi dan Gunung Talang dengan jelas. Kemudian juga ada Bukit Anjoan yang mena- warkan pemandangan lembah dan bukit yang tak kalah mena- riknya. Hanya saja, belum ada infrastruktur jalan.
Setiap jengkal tanah di Paninjawan menawarkan keindahan alam yang menjadi anugrah tersendiri dari Sang Pencipta, bagi anak nagari ini. Hamparan sawah berjenjang bisa disaksikan di setiap sudut kampung. Jalanan kecil di lereng-lereng bukit, sangat mema- cu adrenalin yang menempuhnya. Hampir setiap jorong memiliki keindahan yang sama, keramahan yang sama dan kontur alam yang sama.
Keramahan; Sesuatu yang sudah menjadi ciri khas masyarakat Nagari Paninjawan sejak nenek moyang. Di berbagai sudut jorong masih terdengar sapaan khas orang Minang, yang selalu mengundang setiap orang yang melintas untuk ‘naik’ (singgah) ke rumahnya, sekedar minum teh.
Tekhnologi Informasi, bukanlah sesuatu yang asing bagi masya- rakat Paninjawan. Dari generasi tua hingga para generasi muda, termasuk anak-anak, fasih menggeser-geser jari dipermukaan layar. Memang banyak manfaat, terutama untuk tetap terhubung dan bersilaturahim dengan sanak saudara mereka di perantauan. Namun sering juga ditemui efek negatifnya; Menjadi media untuk bermain game online, melalaikan anak-anak akan kewajiban mere- ka untuk menuntut ilmu, atau juga sering digunakan menyebarkan informasi yang tidak jelas. Di setiap sudut kampung, tak jarang ter- lihat anak-anak dan remaja tak, genggamannya tak lepas dari gawai mereka.
Tulisan ‘Selayang Pandang Nagari Paninjawan’, hanya sedikit me- ngulas gambaran umum dari kondisi dan situasi Nagari Panin- jawan sebagai pelengkap penyusunan Buku ‘Ramadhan di Pa- ninjawan’. Masih banyak perkembangan di sektor lain, yang belum sempat diceritakan dalam tuisan ini.
13 Menyongsong PuasaMenuju Hari Baik Bulan Baik Hari-hari menjelang memasuki Bulan Ramadhan di Nagari Paninjawan, segala sesuatu mulai tampak berbeda. Sawah-sawah yang sudah menguning, segera dipanen, tenaga kerja yang biasa menerima upah untuk menyabit dan menongkang, seperti tak punya waktu jeda. Setiap hari selalu ada ‘order’ di sawah-sawah yang berbeda. Semua tampak sibuk, segera menuntaskan urusan duniawi, agar ibadah selama Bulan Puasa tidak lagi terganggu dengan urusan sawah dan ladang.
Menghadapi Bulan Puasa, Pemerintahan Nagari Paninjawan, bekerja sama dengan Majelis Ulama Nagari (MUN) Paninjawan, dan sejumlah mubaligh senior, juga mempunyai sebuah persiapan lain dan sudah dibicarakan dari jauh-jauh hari: Pelatihan Pengka- deran Mubaligh.
Menurut Darsel Ilyas, Wali Nagari Paninjawan, Pengkaderan Mubaligh, yang dimulai sejak 9 Maret 2021, dan berakhir seminggu sebelum memasuki Bulan Ramadhan, dilakukan karena kurangnya kader ulama di Paninjawan. Bahkan pada setiap Ramadhan pada tahun-tahun sebelumnya, Masjid dan surau-surau selalu menda- tangkan penceramah dari luar. Bahkan ada sebuah pondok pesantren di Kota Solok, menjadikan surau-surau di Paninjawan untuk berlatih bagi santrinya, memberikan Tausyiyah di depan Jemaah Masjid dan Surau setiap Bulan Puasa. “Kita sangat kekurangan Mubaligh, sehingga banyak Masjid dan Surau yang mendatangkan penceramah dari luar. Bahkan ada juga surau yang tidak memberikan ceramah agama atau wirid pada pelaksanaan Sholat Tarawih setiap malam,” Ungkapnya prihatin.
Berangkat dari keprihatinan Wali Nagari dan para tokoh Agama di Nagari Paninjawan, maka sebulan sebelum memasuki Ramadhan, dilakukan Pelatihan Pengkaderan Mubaligh Nagari Paninjawan. Ustadz Joni Putra, didapuk menjadi Ketua Pelaksana, sekaligus salah satu dari pelatih bagi calon Ustadz-ustadzah Paninjawan.
14
Setiap Jorong diwajibkan mengirimkan 4 peserta anak dan remaja, serta 2 peserta dewasa. Khusus untuk peserta dewasa lebih di- persiapkan sebagai kader Khatib Jumat, atau Khatib Lebaran. Se- dangkan kader anak dan remaja berlatih memberikan tausyiyah atau ceramah singkat dengan berbagai materi yang sudah di- siapkan oleh Majelis Ulama Nagari (MUN) Paninjawan, sebagai pelaksana kegiatan, serta didampingi oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan Sepuluh Koto Diatas, Kabupaten Solok. Pelatihan dilak- sanakan selama sebulan, dengan delapan kali pertemuan. Target dari pelatihan ini adalah setiap kader yang mengikuti pelatihan sudah bisa tampil dan berceramah dengan bekal yang diperoleh selama pelatihan. Tak tanggung-tanggung, mereka sudah diberikan jadwal tetap, untuk menguji ilmu berceramah atau men- jadi Khatib Sholat Jumat, di masjid atau surau, bekerja sama dengan para pengurus Masjid dan Surau di jorong-jorong yang ada.
Ketika Ramadhan tiba, mulailah para kader muda ini turun gunung, mengeluarkan jurus-jurus terbaik yang pernah didapatkan selama dalam masa pendidikan, dan mulai menuai jam terbang. Butuh nyali, pengetahuan, dan strategi dalam menghadapi Jemaah dengan beragam pendapat dan penilaian di kepala mereka. Seti- daknya, para mubaligh muda ini sudah mulai menapak, sebagai calon pencerah dari Paninjawan.
Menilik dari minat dan hasil yang dicapai, Wali Nagari beserta Majelis Ulama Nagari (MUN) berniat melanjutkan pelatihan serupa setelah Bulan Ramadhan 1442 Hijriah, atau pada Bulan Juni 2021. Ada tiga pelatihan yang rencananya akan digelar; Pelatihan Kader Mubaligh, Pelatihan Taksin Qur’an bagi guru-guru TPA dan Pon- dok AL Qur’an, yang khusus memperbaiki bacaan bagi anak-anak calon peserta lomba MTQ.
Sejak dulu, Nagari Paninjawan hanya dikenal sebagai ‘Kampung Seribu Guru’. Ya, hampir di setiap rumah bisa ditemukan anak atau kemenakannya yang berprofesi sebagai guru. Pelatihan Peng- kaderan Mubaligh, dan berbagai program pelatihan yang akan digelar paska Lebaran, diniatkan untuk menjadikan Nagari Pa- ninjawan sebagai ‘Kampung Seribu Mubaligh’. Kelak, Ustadz dan Ustadzah dari Paninjawan berceramah tidak hanya berceramah di kampungnya, tetapi juga di Nagari dan daerah lain, hingga menjadi penceramah kondang di berbagai media. Inshaa Allah.
„Manjalang‟, menjadi kewajiban adat bagi kaum ibu. Terutama kaum ibu yang telah menikahkan anak lelakinya dalam rentang waktu 11 bulan menjelangnya masuknya bulan puasa. Artinya, keluarga „Marapulai‟ yang menikah setelah Bulan Syawal tahun lalu, diwajibkan berkunjung dan bersilaturahim kepada sanak keluarga dengan membawa makanan sebelum memasuki Ramadhan. Man- jalang boleh juga dilakukan dalam bulan Ramadhan, tapi tidak boleh dilakukan setelah Hari Raya. Biasanya, sanak saudara yang ‘dijalang’ adalah mereka yang datang mengantarkan „Lilik Songgan‟ ketika „Barolek‟ pernikahan. Lilik Songgan Dulang khusus berupa hantaran dari saudara perempuan ayah mempelai pria (Marapulai) yang ‘Dililik’ (ditutup) dengan kain panjang (batik). Biasanya isinya adalah perlengkapan rumah tangga berupa piring, gelas, mangkok hingga pakaian.
Sebelum memasuki Bulan Puasa, keluarga mempelai pria harus mengunjungi keluarga ‘bako’ ayah dari mempelai pria yang membawa „Lilik Songgan‟, ketika „barolek‟ dulu. Mereka harus „di jalang‟ (dikunjungi) satu persatu dengan membawa makanan yang sudah ditentukan dalam aturan adat.
Menurut Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) Paninjawan, Burhan Ali Dt. Bagindo Khatib, sesuai de- ngan hasil keputusan Bundo Kan- dung dalam rapat, saat ini, man- jalang hanya boleh membawa tiga macam lauk saja, agar tidak mem- beratkan kaum ibu, atau keluarga marapulai. Sedangkan yang ‘wajib dijalang’ atau dikunjungi hanya tiga saja. Orang tua, Mertua dan keluarga bako. Namun, masih banyak yang tak mengikuti aturan ini, bahkan manjalang lebih dari 10 orang.
“Sudah ada hasil kesepakatan bahwa manjalang yang diwajibkan hanya tiga keluarga saja,dan makanan yang dibawa 3 jenis saja. Namun masih banyak kaum ibu, hanya karena gengsi, atau takut disebut-sebut orang karena tidak manjalang, akhirnya rela berhutang agar bisa manjalang banyak orang. Untuk menyiapkan makan satu dulang saja, paling tidak menghabiskan 300 ribu. Kalau membuat 10 dulang, berarti sudah menghabiskan 3 juta,” ucapnya miris.
Hal senada juga diungkapkan oleh Sekretaris Kerapatan Adat Nagari (KAN) Paninjawan, Syafril Ilyas Dt. Misagumi. Penghulu Andiko dari Suku Limo Panjang ini merisaukan bahwa tradisi manjalang saat ini tidak dilakukan langsung oleh pasangan orang yang berkepentingan, namun menyuruh atau mengupah orang lain untuk mengantarkan dulang kepada keluarga yang dituju.
“Kini kalau tibo urang manjalang ka rumah, nan datang indak yang bersangkutan dan indak duduak bagai. langsung dirusuah salin isi dulang, sudah tu langsung pulang. Alasannyo ojek lah manunggu. Padahal tujuan manjalang ko adalah silaturahim, bermaafan dan saling membersihkan hati menjelang memasuki puasa,” jelasnya sedih.
Kalau tradisi ‘manjalang‟ yang biasa dilakukan sebelum memasuki Bulan Puasa hanya karena gengsi, atau takut disebut-sebut orang, Mungkin sebaiknya tradisi ini ditinjau lagi, karena sudah meleset jauh dari tujuan utamanya; Silaturahim dan bermaafan! Selain „Manjalang‟, Berdoa menjelang puasa juga lazim ditemukan di rumah-rumah, dari keluarga yang mempunyai kelonggaran re- zeki. Berdoa bersama dilakukan dengan mengundang sanak sau- dara dan ‘urang siak’, Makan bersama, berdoa dan bersilaturahim menuju „hari baiak, bulan baiak‟.
Menjelang memasuki Ramadhan, aparatur nagari juga menun- taskan pembayaran insentif bagi para guru PAUD dan Guru-guru TPQ yang ada di Paninjawan. Insentif yang diterima merupakan insentif sejak Bulan Januari hingga April 2021. Puluhan Guru PAUD serta guru-guru mengaji dari Masjid dan Surau yang ada di Kenagarian Paninjawan bisa tersenyum pulang; Ada sedikit bekal menyambut Bulan Puasa. Selain mendapat Amal Jariah untuk ta- bungan akhirat, jerih payah mereka dalam mencerdaskan generasi mendatang di Paninjawan juga mendapat penghargaan.
Berbagai aktivitas lain masyarakat Paninjawan, juga berhenti untuk sementara, agar semua bisa khusuk beribadah. Kelompok Randai di Jorong Batu Loweh dan Jorong Kubu, juga melakukan latihan penu- tupan sekaligus berdoa bersama menjelang memasuki puasa. Begitu juga wirid dan pengajian di Masjid dan Surau-surau.
Kelompok pengajian Barasonji di Jorong Gurun, kelompok wirid Sombah Adat di Jorong Balansiah, Pasa, Gurun, Kubu dan Batu Loweh, mengakhiri kegiatan rutin mingguan, menjelang memasuki puasa. Biasanya penutupan latihan dan pengajian dilakukan dengan makan dan doa bersama. Tergantung dari kemampuan dan kesepakatan anggotanya.
Hal yang sama juga dilakukan oleh para penembak yang tergabung dalam SONAR.COM (Shooter Nagari Community). 50 orang anggota ko- munitas ini, bersenjata dan lengkap dengan seragam kebanggaannya, ru- tin setiap Jumat siang hinga petang, berangkat ke ladang-ladang warga,‘berperang’ mengusir hama Tupai dan Kera. Memasuki Ramadhan, anggota komunitas ini juga meng- hentikan aktivitas hobi mereka untuk sementara waktu. Hari Jumat terakhir menjelang masuk puasa, Komunitas menembak yang dike- tuai oleh Karnizal ini, melakukan ‘perburuan terakhir’ di Jorong Kubu.
Begitu juga dengan para pecandu berburu Babi yang biasa melam- piaskan hobi setiap hari Ahad. ‘Perburuan terakhir’ dilakukan tepat tiga terakhir menjelang puasa, berlokasi di Kubang Tigo hingga Parak Panjang, Nagari Paninjawan. Berhentinya semua aktivitas para pemburu, membuat para petani menyegerakan menyelesaikan sawah mereka menjelang Bulan Puasa.
Begiutlah masyarakat Nagari Paninjawan dalam menyongsong Bulan Suci Ramadhan. Semua aktivitas dan hobi dihentikan sementara, demi melaksanakan ibadah, bulan penuh berkah yang dinanti setiap tahun. ****
Perjalanan Tim Safari RamadhanNagari Paninjawan1442 Hijriah
Safari Ramadhan hari ke 1:Masjid Darul Istiqamah, Jorong Batu Laweh
Berada di ujung Barat Nagari Paninjawan, Jorong Batu Laweh termasuk Unik. Menjadi wilayah dari dua pemerintahan Nagari; Nagari Paninjawan dan Nagari Tanjung Balit. Tak heran, Jorong Batu Laweh memiliki dua Kepala Jorong dari dua pemerintahan Nagari yang berbeda.
Perjalanan Tim Safari Ramadhan Nagari Panin- jawan tahun 2021 ke Jorong Batu Laweh, merupakan perjalanan perdana pada bu- lan puasa tahun ini. Tahun lalu, tidak ada Tim Ramadhan yang berkunjung karena wabah covid`19. Jadi, kali ini merupakan silaturahim per- tama setelah 2 tahun, Antar aparatur Pemerintahan Naga- ri Panin-jawan dengan warga Jorong Batu Laweh.
Sabtu, 17 April 2021, persisnya, hari kelima menjalankan ibadah puasa, sekitar 10 menit sebelum masuk berbuka puasa, anggota tim mulai bermunculan. Wali Nagari, Darsel Ilyas, datang berbocengan dengan „urang rumahnya‟ yang juga ketua Penggerak PKK Nagari. Satu dari 33 orang anggota Tim Safari Ramadhan.
Walau berada di wilayah paling ujung Barat Nagari Paninjawan, namun bukan berarti Jorong Batu Laweh daerah terpencil. Apalagi terisolir. Keramaian sudah mulai terlihat ketika Atap Masjid terlihat dari kejauhan. Berada di tempat ini memang terasa sekali alam pegunungan, lengkap dengan sawah, lembah dan sungai kecil. Bahkan Puncak Sari Bulan, salah satu puncak bukit tertinggi di Nagari Paninjawan, berada di Jorong Batu Laweh. Dari puncak ini, kita bisa memandang lepas kearah Danau Singkarak dan Gunung Merapi.
Di tempat ini, boleh disebut semua anggota Tim hadir semua. Cukup membanggakan. Maklumlah, hari pertama. Masjid Darul Istiqomah yang berhadapan dengan Sawah Simpang, terasa meriah petang itu. Kaum ibu, dibawah komando Ratna, sang Kepala Jorong, sibuk menata piring, gelas serta berbagai jenis makanan yang akan menjadi santapan berbuka puasa.
Masjid Darul Istiqomah, yang menjadi lokasi silaturahim dengan warga Jorong Batu Laweh, merupakan salah satu masjid dari 4 masjid yang ada di Nagari Paninjawan. Cukup rapi dan resik, apalagi jika dipandang dari kejauhan. Suasana ceria terlihat dari wajah-wajah yang saling bergurau dan bercanda. Semua bahagia, bukan karena pertama kali bertatap muka, tapi karena sebentar lagi waktu berbuka puasa akan tiba. Ditambah lagi, Goreng Pisang, Sanok Dalimo, Sanok Cande hingga Lupis lengkap dengan Teh hangat dan Kopi, seperti „mancila‟ menatap orang-orang yang berpuasa.
Saat waktunya tiba, semua „cakadu‟ mencari „pabukoan‟ masing- masing. Ada yang langsung menyambar Sanok, ada yang men- jangkau gelas Teh hangat, ada juga yang masih berwhudu. Aktivitas paling banyak; Kaum bapak yang langsung membakar tembakau, setelah mereguk sedikit air mineral kemasan gelas.
Mungkin mereka berpendapat; menahan haus dan lapar tidaklah seberapa, tapi menahan asap rokok, tarasa sangatlah menyiksa.
Dentang piring beradu sendok langsung mereda ketika Rustam, Muazin tetap Masjid ini, mengumandangkan Adzan Maghrib. Terdengar juga beberapa celoteh dari para ahli hisap; “Bak to dek gogeh bona..”. Mau tak mau mereka harus rela mematikan bara api dari tembakau yang baru dibakar setengahnya.
Tanpa menunggu lama, Ustadz Tibrani, yang menjadi Imam Sholat Maghrib berjamaah, sudah mengucapkan takbir. Sebagian masih berwudhu, sebagian lagi masih antri untuk berwudhu dan sebagian lagi masih terlihat „mangulek‟. Ketika sang imam sudah mengucap salam, terlihat beberapa jamaah masih tercecer rakaatnya. Usai Sholat Maghrib, tanpa harus diatur lagi, semua sudah kembali duduk melingkar, bersiap menunggu hidangan. Untuk hal yang satu ini, sepertinya memang tidak perlu diatur-atur. Semua sudah faham dan mengerti tindakan yang harus dilakukan.
„Sia-sia�